Dimulai dari hari itu, aku menulis sesosok bulan. Melepas pandangan, terhempas keinginan. Bulan yang memberiku perasaan. Jalan di langit ia hamparkan. Tak penuh sesak tampaknya, namun aku selalu di belakang. Maju sedikit, tepi menghadang. Aku melihat aurora, sangat istimewa, melayang menaburkan kilauan-kilauan. Bintang-bintang bersaksi, bulan telah menatapnya. Jalan itu retak. Kuserahkan hatiku untuk mati. Biarkan aku menebus jalan itu, agar bulan dapat menggapai aurora. Mungkin pijakan-pijakan itu meremukkan jiwaku. Tapi berkah Tuhan, aku telah tak berjiwa. Semoga putih yang kukorbankan tetap mengharumkan bunga yang mekar tanpa kehangatan. Meski terinjakpun bunga itu tidak akan pernah berduri, karena keikhlasannya senantiasa akan menjaga, dengan segenap hati dan cinta, untuk bunga, bulan dan aurora.